Info Terbaru 2022

Durhaka Kepada Suami Ialah Perbuatan Kufur

Durhaka Kepada Suami Ialah Perbuatan Kufur
Durhaka Kepada Suami Ialah Perbuatan Kufur

Dalam duduk kasus ini terdapat riwayat Abu Sa'id Al Khudri dari Nabi SAW :

Artinya :
Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Diperlihatkan kepadaku neraka. Ketika itu saya memfokuskan di antara penghuninya yakni perempuan pendurhaka. " Kemudian seseorang bertanya kepada Rasulullah "Apakah mereka durhaka kepada Allah?" Rasulullah menjawab, "Mereka kafir (durhaka) kepada suami dan tidak mau berterima kasih atas kebaikan yang diterimanya. Walaupun sepanjang masa engkau telah berbuat baik kepada salah seorang dari mereka dan kemudian ia memfokuskan sedikit kesalahan darimu, maka ia akan berkata, "Aku tidak pernah memfokuskan kebaikan dari dirimu. "

Qadhi Abu Bakar bin Al Arabi dalam syarah-nya. berkata, "Maksud Imam Bukhari yakni untuk menerangkan, bahwa maksiat sanggup dikatakan sebagai kekufuran sebagaimana taat sanggup disebut iman. Akan tetapi, maksud kufur di sini yakni bukan kufur yang mengakibatkan seseorang keluar dari agama." Kemudian beliau berkata, "Durhaka kepada suami termasuk perbuatan dosa sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, “Jika saya boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang lain, maka saya akan menyuruh seorang istri untuk bersujud kepada suaminya.” Dalam hadits ini, Rasulullah mensejajarkan hak suami dengan hak Allah, maka bila seorang istri durhaka kepada suaminya -padahal sang suami telah melaksanakan kewajibannya- maka perbuatan tersebut merupakan bukti penghinaan terhadap hak Allah. Untuk itu perbuatan tersebut sanggup dikatagorikan sebagai kekufuran, hanya saja kekufuran tersebut tidak hingga mengeluarkannya dari agama. 
Tidak sedikit yang kita temukan dikalangan masyarakat yang mengesampingkan kewajiban sebagai seorang istri demi kebutuhan duniawi, lupa dengan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT kepadanya. Banyak di sekitar kita yang mengakhiri ikatan sucinya dengan perceraian, meskipun banyak hal yang menjadi faktor dari perceraian tersebut, namun tak sanggup dipungkiri bahwa seringkali hal itu terjadi alasannya yakni seorang istri yang sudah tidak mekepunyaani rasa berbakti lagi kepada suami, merasa benar dengan opini yang dikepunyaaninya yang menimbulkan pertukaran posisi sebagai seorang imam atau pemimpin keluarga. Padahal dalam kitab suci Al-qur’an sudah sangat terperinci sekali di terangkan oleh Allah sebenarnya seorang lelaki itu yakni pemimpin bagi para wanita, hingga kapanpun seorang perempuan tidak akan sanggup menjadi pemimpin dalam rumah tangganya sendiri selama suami masih bangun tegak untuk memimpin keluarganya. 
Di kalangan selebritis sudah bukan hal yang absurd lagi bagi kita mendengar bahwa perceraian seringkali dijadikan sebagai jalan terakhir untuk menuntaskan permasalahan yang ada dikeluarga, bahkan bukan dari pihak suami yang menjatuhkan thalaq, melainkan para istri yang menggugat cerai suaminya sendiri. Apalah akhirnya bila kita sudah melanggar kodrat dan ketentuan yang Allah perintahkan kepada seorang hamba, menyidik kembali kepada klarifikasi hadist di atas sebenarnya kedudukan seorang suami sangatlah tinggi sebagai imam bagi keluarganya, hingga Rasulallah SAW pun bila boleh insan itu bersujud kepada sesama insan maka yang hendak diperintahkan Rasul yakni seorang istri bersujud kepada suaminya. Sungguh mulia seorang istri bila ia sanggup menjaga kewajiban yang telah Allah berikan kepadanya, mengabdi dan mendampingi suami dalam keadaan apapun yang selalu menjadi pengingat bagi suaminya saat lupa dengan kewajiban dan tanggung jawabnya kepada Allah SWT. Semoga Allah senantiasa menguatkan hati kita dalam menjalankan kewajiban sebagai makhluk ciptaan-Nya dengan segala kewajiban yang harus dilakukan selama di dunia untuk bekal di alam abadi kelak.

Ref : Fathul Baari syarah : Shahih Bukhari / Al Imam Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani; penerjemah, Gazirah Abdi Ummah. - Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.
Advertisement

Iklan Sidebar